Pembukaan Lahan Tanpa Bakar, Cegah Terjadinya Kerusakan Fungsi Lingkungan

Opini : Musri Nauli *

Yang penting dari sebuah masalah bukanlah solusi.
Tapi kekuatan yang kita peroleh didalam menemukan solusinya. (Seneca)

Beberapa waktu yang lalu, Gubernur Jambi Al Haris (Al Haris) menyampaikan program Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) mendapatkan hasil yang memuaskan. Pernyataan ini disampaikan saat Panen Perdana Kelapa Sawit pada Pembukaan Lahan Tanpa Membakar di Desa Baru, Kecamatan Mestong, Kabupaten Muaro Jambi.

Lebih lanjut dijelaskan “panen perdana kelapa sawit dari program PLTB yang kami tanam dari 30 bulan yang lalu, sudah bisa dipanen dan buahnya bagus sekali. Ini pertanda baik bagi warga Desa Baru ini. Oleh karena itu kita perlu mengelola perkebunan ini dengan baik supaya hasilnya bagus dan unggul.

Tema PLTB menarik untuk ditelusuri. Menurut Kompas, tanggal 16 Oktober 2018 yang berjudul “Pertanian Tanpa Membakar di Lahan Gambut ala Desa Ganesha Mukti disebutkan “Badan Restorasi Gambut (BRG) menggagas konsep Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) untuk mencegah terjadinya kerusakan fungsi-fungsi lingkungan, dalam hal ini lahan gambut. Dengan konsep ini, pembukaan usaha bisa dilakukan dengan lebih ramah lingkungan”

Tema PLTB merupakan salah satu solusi dan kreativitas terhadap kerusakan gambut yang mengakibatkan kebakaran di wilayah gambut. Menurut BRGM, PLTB adalah metode pertanian alami yang menitikberatkan kepada prinsip pertanian organik tanpa bakar.

Prinsip ini juga mengandung konsep penting di sektor pertanian. Dengan menggunakan tanaman lokal yang adaptif pada lahan untuk tanaman holtikultura dan tanaman obat keluarga (toga).

Didalam implementasi dan praktek yang dilakukan, sejak 2017 BRG (sebelum BRGM), BRG/BRGM telah mengenalkan dan kemudian menjadi mata ajar yang dilakukan didalam kegiatan Sekolah Lapang Petani Gambut (SLPG). Tema PLTB disampaikan di SLPG di setiap DPG/DMPG

Menurut Myrna Savitri, Deputi BRGM, SLPB yang mengandung tema PLTB juga memperkenalkan pertanian yang bijak yang didasarkan kepada nilai-nilai harmoni pada alam dan solidaritas antar petani. Sekolah lapang juga mengadopsi pengetahuan para petani. Baik inovasi pembenahan tanah dan penggunaan pupuk hayati (biasa dikenal dengan pupuk organik), yang berangkat dari berbagai pergumulan praktek di Lapangan.

Pengetahuan PLTB tidak sekedar teoritis. Kemudian dipraktekkan yang kemudian dikenal program Demplot. Exercise yang terus menguji praktek gagasan PTLB.

Berbagai praktek yang Sudah dikenalkan sejak 2017 kemudian mengalami perkembangan yang signifikan. Peserta SLPG justru melakukan praktek terus menerus. Sehingga menghasilkan bobot kemajuan yang justru dapat “ditularkan” kepada petani lain.

Hasilnya kemudian menggembirakan. Selain para kader SLPG yang telah mampu membersihkan lahan tanpa harus membakar namun justru meraih hasil panen yang melimpah. Dan pusat-pusat pemasok sayur-sayuran kemudian menjadi cerita menggembirakan.

Sebagai sebuah konsep yang sangat Aplikasi di masyarakat gambut, PLTB kemudian sudah menggelinding. Dan kemudian semakin membesar. Dengan demikian konsep sederhana dan solusi jitu untuk menyelesaikan konsep “kebakaran gambut” dari hulu.

Namun apapun cerita kegembiraan. Ketika konsep yang semula kurang menarik perhatian namun terus menggelinding dan kemudian digunakan berbagai pemangku kepentingan (multistake holder), maka saya kemudian teringat dengan kata-kata Lucius Annaeus Seneca, 4 SM – 65  (Seneca, Seorang filsuf Stoik, negarawan, dan penulis drama Romawi pada Zaman Perak sastra Latin) yang mengatakan “Yang penting dari sebuah masalah bukanlah solusi. Tapi kekuatan yang kita peroleh didalam menemukan solusinya. (****)

Musri Nauli, advokat tinggal di Jambi

Exit mobile version