DPMPTSP Jambi: PT. AJM dan PT. KIS Takmiliki Izin Pengumpulan Limbah B3, RSUD Kontrak Hingga 2029, Instansi Terkait, Penkum Diminta Menindak! 

Jambi, 21 Maret 2025 – Kisruh pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mattaher Jambi terus menjadi sorotan. Selain terungkapnya keterlibatan dua perusahaan tanpa izin dalam pengelolaan limbah, kini muncul dugaan lebih serius: limbah medis infeksius rumah sakit tersebut diduga dijual kiloan oleh oknum internal RSUD.

*Dua Perusahaan Tanpa Izin Tetap Tangani Limbah B3 RSUD Raden Mattaher*

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jambi mengungkapkan bahwa dua perusahaan yang menangani limbah medis RSUD Raden Mattaher, PT Anggrek Jambi Makmur (AJM) dan PT Kenali Indah Sejahtera (KIS), ternyata tidak memiliki izin pengumpulan limbah B3.

“Setelah kami cek dalam sistem, PT Anggrek Jambi Makmur dan PT Kenali Indah Sejahtera tidak memiliki izin pengumpulan limbah B3. Keduanya hanya memiliki NIB (Nomor Induk Berusaha), tetapi izin operasional pengumpulan limbah belum terbit,” ujar Haris, Kepala Bidang Perizinan DPMPTSP Jambi.

Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar terkait legalitas kontrak pengelolaan limbah yang telah dijalin oleh RSUD Raden Mattaher dengan kedua perusahaan tersebut. Menurut regulasi, perusahaan yang menangani limbah B3 harus memiliki izin lengkap, termasuk izin pengumpulan, pengangkutan, dan pengolahan limbah. Tanpa izin tersebut, perusahaan seharusnya tidak diperbolehkan beroperasi.

*Dugaan Penjualan Limbah Infeksius Secara Ilegal*

Skandal limbah di RSUD Raden Mattaher semakin mencengangkan dengan munculnya dugaan penjualan limbah medis infeksius secara ilegal oleh oknum rumah sakit.

Menurut laporan LaporanSumatera.com, seorang oknum berinisial BP, yang menjabat sebagai Kepala Instalasi Kesehatan Lingkungan (Kesling) RSUD Raden Mattaher, diduga menjadi otak utama di balik praktik ini. BP disebut-sebut memerintahkan orang-orang tertentu untuk mengumpulkan dan menjual limbah medis infeksius, yang seharusnya dimusnahkan dengan prosedur ketat, kepada pengepul barang bekas.

Sumber terpercaya sebut saja agus (Red. Nama samaran) mengungkapkan bahwa sekitar 1 ton limbah infeksius setiap bulan dijual ke tempat rombeng (pengepul barang bekas).

“Limbah tersebut diduga dipilah langsung dari plastik kuning yang telah terkontaminasi virus dan bakteri, lalu dijual secara kiloan,” ungkap agus.

Seorang pemulung yang pernah menemukan botol infus bekas di sekitar rumah sakit juga memberikan kesaksian mengejutkan.

“Saya pernah menemukan botol bekas infus di tempat sampah dekat rumah sakit. Warnanya sudah tidak bening lagi, nyaris kekuningan,” ujarnya.

*DLH Provinsi dan DLH Muaro Jambi Diduga Lalai dalam Pengawasan*

Di tengah skandal yang mencuat ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jambi dan DLH Kabupaten Muaro Jambi seolah-olah tidak melakukan pengawasan terhadap RSUD Raden Mattaher dan dua perusahaan pengelola limbah tersebut.

Padahal, sebagai instansi yang bertanggung jawab atas pengelolaan lingkungan, DLH memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa limbah B3 dikelola sesuai dengan aturan yang berlaku. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa PT AJM dan PT KIS tetap beroperasi tanpa izin yang sah, serta dugaan penjualan limbah medis ilegal justru terjadi dalam lingkungan rumah sakit milik pemerintah.

Para pengamat lingkungan hidup, menilai bahwa lemahnya pengawasan ini menunjukkan adanya kelalaian dari pihak DLH.

“Seharusnya DLH Provinsi dan DLH Muaro Jambi rutin melakukan inspeksi dan audit terhadap pengelolaan limbah B3 di RSUD Raden Mattaher. Fakta bahwa dua perusahaan tanpa izin bisa tetap beroperasi, serta dugaan limbah infeksius yang diperjualbelikan, menunjukkan adanya celah besar dalam pengawasan,” ujar salah satu pengamat yang tidak ingin disebutkan namanya.

Pengamat berharap agar pemerintah daerah segera mengambil langkah konkret untuk mengusut tuntas kasus ini.

“Jika dibiarkan, ini bisa menjadi preseden buruk bagi pengelolaan limbah medis di Jambi. DLH harus bertanggung jawab dan memastikan semua pihak yang terlibat, baik rumah sakit maupun perusahaan, mematuhi aturan yang berlaku,” tegasnya.

*Kontrak Pengelolaan Limbah Bermasalah, RSUD Disomasi*

Sebelumnya, RSUD Raden Mattaher diketahui memiliki kontrak dengan PT AJM untuk pengelolaan limbah B3. Namun, dalam praktiknya, PT KIS juga terlibat.

Persoalan ini semakin mencuat setelah PT AJM melayangkan somasi terhadap RSUD Raden Mattaher, menuduh rumah sakit melakukan wanprestasi dalam kontrak kerja sama.

Menanggapi tuduhan tersebut, pihak RSUD Raden Mattaher menyatakan bahwa PT AJM hanya memiliki izin pengangkutan limbah, bukan izin untuk pengumpulan atau pengolahan. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa kontrak kerja sama dengan kedua perusahaan tersebut tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Dengan adanya konfirmasi dari DPMPTSP Jambi bahwa izin pengumpulan limbah B3 untuk PT AJM dan PT KIS belum terbit, legalitas kontrak RSUD dengan kedua perusahaan ini semakin dipertanyakan.

*Ancaman Hukum dan Sanksi*

Jika dugaan penjualan limbah medis infeksius ini terbukti, maka oknum yang terlibat bisa dijerat dengan sanksi berat, baik secara pidana maupun administratif.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pengelolaan limbah B3 yang tidak sesuai dengan aturan dapat dikenakan pidana penjara dan denda besar. Selain itu, Undang-Undang Kesehatan juga mengatur bahwa limbah medis infeksius harus ditangani dengan standar khusus untuk mencegah penyebaran penyakit.

Kasus ini kini menjadi perhatian publik. Masyarakat menuntut agar DLH Provinsi Jambi dan DLH Muaro Jambi segera turun tangan dan memperketat pengawasan, tidak hanya terhadap RSUD Raden Mattaher tetapi juga terhadap seluruh fasilitas kesehatan yang menangani limbah medis di Jambi.

Akankah skandal ini diusut tuntas, atau justru menguap tanpa kejelasan? Masyarakat menunggu tindakan tegas dari pihak berwenang.

Exit mobile version