3 Hari Aksi Walhi & Masyarakat 5 Desa ‘Berakhir Kekecewaan; Pimpinan ATR/BPN Tak Mau Ambil Keputusan

JAMBI, BARISBARU.COM –  Masyarakat dari lima (5) Desa mendatangi Kantor Wilayah (Kanwil) ATR/BPN Provinsi Jambi, Kedatangan mereka didampingi Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jambi dan anggota jaringan sebagai bentuk protes atas tidak diresponsnya surat permohonan audiensi ‘No.004/ADV/WALHIJAMBI/I/2025 yang diajukan kepada Kepala Kanwil ATR/BPN Jambi yang baru, Humaidi

“Sehingga masyarakat bersama WALHI Jambi memutuskan untuk melakukan aksi guna mendesak penyelesaian konflik lahan masyarakat transmigrasi yang belum diberikan oleh Negara.

Kronologis singkat permasalahan di Lima (5) Desa :

1. Pandan Sejahtera

Konflik bermula dari penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) PT. Indonusa Agromulia di atas lahan usaha II milik masyarakat seluas 24 Ha dengan 24 kepala keluarga. Proses penerbitan HGU diduga dilakukan tanpa pengecekan lapangan, sehingga terjadi tumpang tindih antara lahan masyarakat dan perusahaan. Data yang diterbitkan oleh Subdin PKTP Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga tidak diperhatikan, yang semakin memperumit permasalahan.

2. Desa Gambut Jaya

Tanah yang seharusnya menjadi hak masyarakat di permukiman Trans Swakarsa Mandiri, Unit Permukiman Sungai Gelam SP4, hingga kini tidak bisa mereka kuasai. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa lahan tersebut telah dikuasai oleh mafia tanah. Dugaan kuat muncul bahwa BPN Muaro Jambi telah menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) sebanyak 105 Persil dengan 250 Ha di atas lahan pencadangan masyarakat secara tidak sah.

3. Desa Mekar Sari

Berdasarkan SK penempatan lahan transmigrasi, masyarakat memiliki hak atas lahan usaha I dengan dasar sertifikat SHM yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan (Kanta) BPN Kabupaten Batanghari. Namun, meskipun SHM telah terbit, masyarakat tidak dapat menguasai lahan tersebut karena telah dikuasai oleh mafia tanah. Sebelumnya lahan tersebut sudah pernah dilakukan cetak sawah oleh masyarakat, namun lahan tersebut di gusur untuk di buat perkebunan kelapa sawit. Karena tapal batas BPN tidak ditemukan lagi, masyarakat meminta kordinat SHM masyarakat sesuai dengan sertifikat terlampir. Namun sampai hari BPN tidak mau memberikan, padahal sertifikat yang di pegang oleh masyarakat merupakan terbitan BPN.

4. Desa Tebing Tinggi

Tidak berbeda jauh dengan masyarakat mekar sari, Masyarakat tebing tinggi juga meminta Kanwil BPN Provinsi Jambi untuk melakukan pengecekan serta menetapkan koordinat lahan usaha I sesuai dengan SHM yang telah diterbitkan. Hal ini penting untuk merapikan batas tanah serta mencegah konflik agraria di masa depan.

5. Desa Rawa Mekar

Sebagai desa eks-transmigrasi, berdasarkan SK penempatan lahan transmigrasi, setiap kepala keluarga seharusnya mendapatkan lahan usaha dua. Namun, hingga kini, lahan usaha II masyarakat belum juga diberikan oleh negara.

Pada Rabu, (19-02-2025), Aksi masyarakat 5 desa bersama WALHI di Kanwil ATR/BPN Jambi, tidak menemukan titik terang terkait penyelesaian konflik, dikarenakan Kepala Kanwil tidak berada di kantor “sedang berada di luar kota”.

“Sehingga masyarakat memutuskan untuk menginap di lokasi sampai dengan Kepala Kanwil ATR/BPN hadir dilokasi dan dapat memberikan keputusan terkait persoalan dari 5 desa yang tak menemukan titik terang.

“Sekitar 200 orang masyarakat yang didominasi oleh para Ibu dan anak kecil meninap selama tiga (3) hari dua (2) malam di lokasi, menunggu pulangnya kepala Kanwil ATR/BPN.”

Namun, pada Jum’at, (21-02-2025) ketika Kepala Kanwil ATR/BPN hadir dan ber-Mediasi untuk memberikan keputusan penyelesaian konflik, Notulensi yang dikeluarkan piihak ATR/BPN tak sesuai dengan hasil dari mediasi bersama masyarakat.”

Berikut hasil ‘Mediasi Masyarakat bersama WALHI dan Kepala Kanwil ATR/BPN yang sudah disepakati ketika Mediasi :

1. Desa gambut jaya

meminta pembatalan 105 Persil sertifikat seluas 250 Ha di areal pencadangn transmigrasi 200 KK Desa gambut jaya, setidaknya didalam notulensi ada rekomendasi untuk ketemu dengan kementerian jika bisa bersama dengan pimpinan kanwil BPN provinsi untuk menghadap Ke kementerian ATR BPN RI.

2. Desa pandan sejahtera

Meminta penyelesaian pembatalan/pengurangan HGU PT. Indonusa Argomula di atas areal pencadangn transmigrasi Desa pandan sejahtera seluas 24 Ha dengan 24 KK.

3. Desa mekar sari dan tebing tinggi Meminta kepada Kanwil BPN Provinsi Jambi menunjukkan kordinat sertifikat masyarakat sesuai dengan sertifikat terlampir (sesuai dokumen tembusan dokumen foto copy sertifikat yang di serahkan masyarakat). Karena yang menerbitkan sertifikat adalah BPN makan harus bertanggung jawab menunjukkan kordinat sertifikat masyarakat

karena notulensi yang dilampirkan oleh pihak ATR/BPN tidak sesuai dengan hasil dari Mediasi sebelumnya, masyarakat pun meminta untuk merubah ‘Notulensi sesuai dengan audiensi sebelumnya, tapi ditolak oleh ‘Ari Wahyudi selaku Kabid sengketa di ATR/BPN Provinsi Jambi, sehingga masyarakat protes dan tidak sepakat terhadap Notulensi tersebut.

“Sampai saat ini masyarakat tetap kokoh menduduki Kanwil ATR/BPN Provinsi Jambi dan tidak mau meninggalkan barisan, sampai dengan persoalan dari 5 Desa ini menemukan titik terang. Belum lagi notulensi tersebut tidak di tandatangani oleh Kepala Kanwil ATR/BPN provinsi yang sudah di tunggu masyarakat selama 3 hari 2 malam.”

Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jambi ‘Abdullah menegaskan bahwa hak atas tanah dan ruang hidup merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM). Pelanggaran HAM dalam konflik agraria ini terjadi dalam bentuk pembiaran, pengaburan, hingga penghilangan hak atas tanah masyarakat yang seharusnya dijamin oleh negara melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Masyarakat transmigrasi ditempatkan di wilayah transmigrasi dengan harapan dapat hidup sejahtera melalui pengelolaan lahan usaha yang telah ditetapkan dalam SK yang mereka terima.

Tugas BPN seharusnya memastikan lokasi atau lahan yang akan diterima oleh peserta transmigrasi jelas, tidak tumpang tindih, dan tidak berkonflik dengan kepemilikan pihak lain,” Tutup Abdullah.

Penulis: Miftahul AminEditor: Riyono